Cerpen Harapan Anak Yatim. Gambar oleh 道宝 王 dari Pixabay Hai, Sobat Guru Penyemangat!Dalam mengarungi lika-liku kehidupan, sering kali tantangan, ujian, dan musibah menghampiri secara sempat menunggu siap, kadang beberapa dari kita harus merelakan dirinya hidup mandiri karena ditinggal oleh kedua orang hidup sebagai anak yatim piatu bukanlah perkara muda. Kadang, seorang kakak harus mengurus adiknya sembari meneruskan amanat orang begitu, harapan akan selalu ada. Anak yatim berhak untuk sukses, berhak menggapai cita, dan berhak untuk hadirkan secarik cerpen yang berkisah tentang harapan anak disimak yaCerpen Harapan Anak YatimOleh Sri Rohmatiah DjalilTara menatap wajah gadis mungil yang tertidur pulas di pangkuannya. Tidak seperti biasa, baru pertama ini dia begitu sayang kepada adik sebelum kejadian mengenaskan terjadi kepada kedua orang tuanya. Tara sibuk bermain, sekolah di Madrasah Ibtidayah, hingga tak pernah memperhatikan wajah polos yang lucu, Nirina, gadis kecil yang baru berusia lima tahun, memeluk erat jemari kakaknya. Ada ketakutan kehilangan pada jemari mungil itu.“Tidurlah, Nirina, maafkan aku ya, telah membawamu ke dalam kesengsaraan,” bisik Tara sembari mengelus rambut yang mulai lusuh karena semalam terkena hembusan angin malam yang ini memang ganas, tak berpihak padanya. Setelah kedua orang tuanya meninggal karena korban tablak lari. Kedua anak malang itu harus terlunta mencari kerabatnya di kota kecelakaan itu menimpa, ibunya pamit akan menghadiri pesta pernikahan keponakannya di kota sebelah.“Jaga Nirina di rumah ya, bapak dan ibu ke rumah bude, sekadar ingin mengucapkan selamat menempuh hidup baru kepada putrinya,” ujar ibunya kala Baca Cerpen Tentang Pesan Ibu di Tepi PantaiUcapan selamat menempuh hidup baru tak pernah tersampaikan kehadapan kedua mempelai. Sebuah truk menghantam motor yang baru keluar pelan-pelan dari sebuah rumah kontrakan. Tara, bocah 14 tahun yang belum sempat masuk ke rumah menjerit histeris sembari berlari menghampiri kedua orang tuanya yang tergeletak di pinggir jalan.“Selamat menempuh hidup baru” sekarang milik Tara dan baru yang penuh kegelapan, kedukaan, air mata. Si kecil Nirina harus menjalani hidup baru tanpa kedua orang tua. Si sulung, Tara, harus berhenti sekolah dan meninggalkan rumah kontrakan demi mencari pegangan dalam hidup barunya, siapa lagi kalau bukan Bude yang pernah dikatakan ibunya, “Bude akan menikahkan putrinya.”Akan tetapi di mana rumah bude? di mana kakak sepupunya yang menjadi mempelai dan menempuh hidup baru penuh kebahagiaan?Keduanya menempuh hidup baru, dengan jalur yang berbeda, rumah yang berbeda. Kedua anak yatim piatu itu menjalani hidup baru di jalanan tanpa tembok penghangat, tanpa atap menggeliat, “Mas Tara!” panggilnya pelan.“Aku di sini, tidurlah kembali!” Nirina menatap kakaknya, “Kita sebenarnya hendak ke mana, Mas? kenapa tidak di rumah saja nunggu Ibu dan Bapak.”“Ibu dan Bapak sudah punya rumah sendiri di surga, kita akan membangun rumah juga di bawah langit itu,” seru Tara sembari menunjuk ke arah Baca Cerpen Ingin Dirindukan Penduduk LangitNetra bulat bergerak mengikuti telunjuk sang kakak, “Langitnya gelap, mana mungkin kita bisa membangun rumah,” tanyanya polos.“Bisa Nirina, nanti Mas tunjukkan caranya.” Kedua anak itu saling menatap, ada gurat bahagia di mata Tara yang dipancarkan untuk menghibur Nirina. Walaupun itu hanya sebuah kebahagian anak malang itu melewati malam di emper mushala, sambil menyaksikan bintang yang berjatuhan. “Bintang, bawa kami menemui ibu dan bapak di surga.” Tiba-tiba terdengar suara lirih tak kuasa menyembunyikan kesedihannya, matanya mulai basah, tetapi, ketika Nirina menoleh ke arahnya. Tara kembali menyembunyikan kesedihan dengan tersenyum tipis.“Yu, kita baca surat Al-Ikhlas sebanyak-banyaknya, supaya kita bisa membangun rumah di surga,” ajak Tara sambil memulai membaca surat Al-Ikhlas. Mulut mungil itu mengikuti lantunan ayat demi ayat yang dibaca Tara dengan merdu.“Nirina, adikku, kamu satu-satunya yang menjadi alasan, untuk aku membangun surga di dunia ini dan kelak di akhirat,” gumam Tara sembari mengecup kening bidadari kecilnya.***Demikianlah tadi seutas cerpen tentang harapan anak yatim. Apa pun yang terjadi, tetaplah bersemangat dan jangan pernah lupa mendoakan yang terbaik untuk orang tua kita,
Kisahcerita lengkap cerpen tentang anak yatim piatu atau cerpen tentang seorang anak yatim piatu yang harus mengurus adiknya, disimak saja contoh cerpen adik kakak yatim piatu berjudul kisah dua bocah yatim piatu berikut ini. Kisah Dua Bocah Yatim Piatu Author: Tia Fitriani. Gelapnya kota ketika fajar belum menyapa, tengah malam bukan juga. Cerpen Karangan Tia FitrianiKategori Cerpen Islami Religi, Cerpen Kehidupan, Cerpen Sedih Lolos moderasi pada 23 February 2021 Gelapnya kota ketika fajar belum menyapa, tengah malam bukan juga. Jalanan tidak seberisik waktu siang yang terik membabi buta, panasnya sungguh tiada tara. Dengan kabut yang panas dari sisa-sisa polusi berpadu kabut dingin menjadi begitu sulit untuk diterima kenyamanannya. Kota yang tidak begitu tua juga tidak begitu muda, tetapi terlalu banyak gaya. Mirisnya penghuninya juga menjadi terlalu memaksa. Suara kendaraan ngebut terdengar seperti ada satu pembalap liar yang tertinggal. Serta para pedagang-pedagang yang mulai pergi ke pasar untuk membeli dagangan murah untuk dijual kembali ke pasar dengan harga sedikit dilebihkan. Menggunakan kendaraan yang sederhana, tetapi kekuatannya tidak perlu ditanya. Jalan lebar beraspal itu sebagiannya gelap dan sebagiannya lagi diterangi lampu jalan. Dari kejauhan ada dua bayangan hitam anak kecil, kakak beradik itu berhasil berjalan melewatinya. Berjalan dengan tenang, tetapi hatinya begitu ketakutan. Bukan perihal takut kakinya akan terkena benda tajam di jalan karena tidak mengenakan alas sendal. Tetapi, ketakutan pada kehidupan barunya sebagai anak yatim piatu yang mendadak ditinggal. Orangtuanya harus kehilangan nyawa ketika pergi untuk membantu saudara yang sedang merayakan acara pernikahan. Memberi ucapan kepada para pengantin “selamat menempuh hidup baru”. Tidak disangka, kehidupan baru juga mereka berikan pada kedua buah hatinya. “Kakak, kita mau kemana, sih?” “Tidak tau Aan, kita jalan saja dulu,” Mereka bergandengan tangan di sepanjang jalan yang remang-remang. Jalan masih gelap, tetapi kendaraan sudah mulai membuat bising dan mengganggu lampu-lampu jalan. Para pedagang telah kembali dan seperti sudah ingin menjajakan dagangannya di pasar dengan harga yang menguntungkan. Sayur-sayur segar itu menumpuk bagian depan dan belakang kendaraan yang kecepatannya tidak dapat maksimal. Ada pula pedagang ikan yang di bagian belakangnya ada box dan sterofom yang pasti berisi ikan dan banyak es batu agar tetap segar. ”Gimana caranya kita nyeberang, Kak? Ada banyak kendaraan lalu-lalang!” “Pegang saja tanganku, Aan!” Kendaraan itu berhenti, bukan karena mempersilakan mereka berdua lewat, tetapi karena lampu pada rambu-rambu lalu lintas itu sedang berwarna merah. “Harinya sudah mulai terang, Kak!” “Iyaa, Aan,” “Jadi, kita mau kemana, Kak?” “Tidak tau, Aan. Kita jalan saja dulu,” Fajar telah menyapa, azan subuh berkumandang dengan suara merdu dan lantang. Memaksa umat muslim dan muslimah untuk bangun dan melaksanakan kewajibannya. Perintah bahwa sholat merupakan hal yang lebih baik daripada kembali terlelap berselimutkan dosa-dosa. “Kita ke mesjid saja ya, Aan,” “Kita sholat dulu ya, Kak?” “Iya, kita bisa santai dulu di mesjid ini, Aan,” Air dari keran mulai berjatuhan tanpa henti. Para muslim itu berbaris mengantri untuk menghapuskan dosa-dosa. Bangun dari tidur untuk beribadah taat kepada Tuhan yang Maha Esa. Dengan wajah yang basah, lengan baju yang masih tersingsing. Mereka bersusun di shaf pertama, kemudian kedua, dan seterusnya. Walau begitu, mesjid ketika waktu sholat subuh tidak pernah penuh shaf-nya. “Kita shaf ketiga, Kak,” “Iya, Aan, ayo duduk,” “Huaahhhhhhh,” “Kamu ngantuk, Aan?” “Iyaa, Kak, tapi Aan tahan, Aan mau sholat subuh dulu,” Iqamat dikumandangkan, seluruh muslim dan muslimah berdiri dan mengangkat takbir. Ada beberapa yang menahan kantuk dengan menutup rapat mulutnya agar tidak terbuka lebar ketika menguap. Satu diantara mereka bahkan menutup mata agar terlihat khusyuk, sebenarnya mata kantuknya yang terlalu berat. Di antara semua orang yang sedang beribadah, satu doa sedang begitu bersinar di mesjid tersebut. “Hiks, hiks, hiks,” “Kakak menangis?” Satu anak itu bersujud dengan linangan air mata dan satunya lagi merasa iba kepada kesedihan kakak tercintanya. Duduk di antara dua sujud, air matanya masih membasahi pipinya. Sesekali ia tarik nafasnya untuk menahan ingusnya agar tidak jatuh keluar. Hingga salam, anak itu mulai tenang dan mengusap wajahnya. Meminta agar doanya dapat dikabulkan oleh Tuhan. Aan begitu sedih melihat wajah penuh harapan dari kakaknya. Ia peluk kakaknya dengan mata terpejam, mereka terlihat sebagai sepasang kakak adik yang saling menyayangi. “Aan, dulu ada yang bilang, kalau mau rumah di surga, itu mudah saja caranya,” “Rumah di surga, Kak?” “Iya, Aan. Sekarang kita sudah tidak punya rumah di sini. Jadi, gimana kalau kita bikin rumah saja, tapi di surga!” “Aan terserah Kakak saja. Aan pasti bantu Kakak buat rumahnya,” “Aan memang anak pintar!” “Gimana cara buatnya, Kak?” “Katanya sih, sholat duha aja, Aan. 12 rakaat, kita bisa buat rumah bahkan istana di surga, Aan!” “Berarti istana kita hampir jadi, Kak. Kita kan selalu sholat duha, tapi kita ngerjakannya cuma 8 rakaat!” “Iya, Aan. Kita bisa selesaikan hari ini. Kita sholat duha 12 rakaat hari ini ya, Aan!” “Iya, Kak!” Gerakan sholat itu begitu penuh harapan, berdiri, rukuk, duduk, dan sujud. Mengulanginya hingga rakaat ke-12, kaki yang masih bersimpul tahiyat akhir. Menengadahkan ribuan doa bersama harapan akan diberikannya kebahagiaan. Aan, menguatkan pejamannya, entah untuk menahan air mata atau bahkan untuk memudahkan air mata itu mengalir ke pipinya. Anak satunya lagi, melihat wajah adik kecilnya. Rasa sayang bagaikan pijar yang menyala di dalam hutan. Sesuatu yang terlihat, tetapi tidak terlalu dirasakan kehadirannya. Sebab, waktu tidak menapaki alurnya dengan tepat. Mengharap cemas mengenai akankah Tuhan mengabulkan sebuah doa kecil tersebut. Perjalanan mereka berlanjut dan kembali tanpa tujuan. “Sekarang, kita akan pergi kemana, Kak?” “Tidak tau, Aan,” Hari sudah terik, walaupun hari itu dapat dikatakan masih pagi. Memang sebuah kota, pemandangan sekitarnya harus dibuat sesibuk mungkin. Orang-orangnya akan diperlihatkan memiliki banyak pekerjaan yang begitu memakmurkan. Di jalanan pun tidak banyak interaksi, apalagi basa-basi. Jika matahari telah sampai tepat di atas, kemarahan yang datang tiba-tiba dapat mengeluarkan segala macam ucapan mengerikan. Tidak ada lagi rasa simpati, mereka hanya mencari cara agar segala kebutuhannya dapat terpenuhi. Hanya dirinya, tidak peduli bagaimana hidup orang lain. Dua bocah itu, kembali menanti kendaraan-kendaraan itu berhenti. Menyeberangi jalan beraspal yang selang-seling bercat putih. Walaupun lampu itu telah berwarna merah, masih saja ada pengendara yang melaju untuk mengambil kesempatan yang dapat menghilangkan peluang hidupnya. Mereka pun menjadi menunggu terlebih dahulu dan memastikan bahwa memang tidak ada lagi pengendara seperti itu. Ketika dirasa aman, dengan bergandengan tangan, satu bocah melihat kearah adik kecilnya. Dengan mempercepat langkah kaki, mereka melewati jalan hitam dan putih itu. Ternyata satu pengendara ajaib datang menyerobot ikatan tangan kedua anak tersebut. “Kita berhasil melewatinya, Kak!” “Iya, Aan,” wajahnya begitu mengharukan untuk dilihat. Tetapi, itulah kebahagiaan terbesarnya. Melihat adiknya bahagia atas apa yang telah diharapkan di dalam doanya. “Aan, beginilah rupa rumah yang telah kita bangun,” Cerpen Karangan Tia Fitriani Cerpen Kisah Dua Bocah Yatim Piatu merupakan cerita pendek karangan Tia Fitriani, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Share ke Facebook Twitter WhatsApp " Baca Juga Cerpen Lainnya! " Aku Membutuhkan Sayapku Oleh Nina Mahsuna Selepas shalat shubuh, kubangunkan kedua anakku. Mendekati dan mencium keningnya adalah cara terbaik seorang ibu membangunkan anaknya. “Kak, bangun kak, anak sholihahnya mama..” bisikku lembut tepat di telinganya. “Mama Kebenaran Oleh Habib A. Semua orang memiliki pandangan yang berbeda-beda. Itulah yang membuat manusia harus bisa saling mengerti satu dengan yang lain. kalau tidak. Bisa-bisa sesuatu yang tidak diinginkan akan terjadi. “Tapi, bagaimana Dingin Diterpa Cahaya Matahari Oleh Kevin J D Pakpahan Bintang-bintang dengan bahagia berpijar dikejauhan. Bahkan mereka sama sekali tidak mempedulikan manusia yang masih saja beradu mulut tentang bumi datar atau bulat. Mungkin beberapa bintang jatuh ke bumi untuk Jalan Tengah Oleh Zoelkondoi Malam itu seperti malam-malam sebelumnya. Abdul Rahim, yang dikampungnya kurang begitu popular sedang berbincang dengan seorang temannya, di kampung mereka teman abdul Rahim ini kurang begitu di suka. Abdul Puasa Asyuro si Pecandu Oleh M N Sholachuddin “Hoeeek…” Suara muntah darahku yang ketiga kalinya pada siang hari ini. Sudah satu minggu aku menderita penyakit ini. Dokter bilang aku harus banyak-banyak istirahat. Memang mudah jadi dokter. Hanya “Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?” "Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan loh, bagaimana dengan kamu?"Cerpen Anak Yatim from Tentang Anak Yatim Piatu Yang Mengurus AdiknyaMenjadi anak yatim piatu tentu tidak mudah. Beban hidup yang seharusnya dibagi bersama orang tua, harus ditanggung sendiri. Namun, ada sebuah cerpen tentang seorang anak yatim piatu yang mengurus adiknya yang menginspirasi banyak orang. Cerita ini berasal dari sebuah jurnal tentang keluarga yang diterbitkan pada tahun Seorang Anak Yatim PiatuKisah ini bercerita tentang seorang anak yatim piatu bernama Januar. Januar tinggal di sebuah desa di Jawa Timur, bersama adiknya, Maryam. Januar dan Maryam kehilangan ibu mereka karena serangan jantung saat mereka masih kecil. Akibatnya, Januar harus mengurus Maryam sebagai kakak laki-lakinya. Dia mengambil pekerjaan paruh waktu, dan membeli makanan, pakaian, dan semua kebutuhan hidup lainnya untuk mereka Berjuang Untuk AdiknyaWalaupun Januar harus bekerja keras untuk menyekolahkan Maryam, ia tidak pernah mengeluh. Ia menemukan cara untuk mencari uang dengan cara yang baik. Januar mengajar anak-anak di desa setempat dan juga berdagang asesoris. Selain itu, ia juga menyewakan sepeda motor. Dengan semua usahanya itu, Januar berhasil menyekolahkan Maryam hingga lulus dari perguruan tinggi. Maryam pun sekarang sudah bekerja dan berhasil menopang keluarga adalah contoh yang inspiratif bagi banyak orang. Ia membuktikan bahwa meskipun berat, anak yatim piatu masih bisa meraih kesuksesan dengan kerja keras dan kemauan untuk belajar. Sebagai kutipan, “Belajar adalah semangat untuk kemajuan. Belajar untuk berkembang dan berusaha untuk meraih keberhasilan”. 1Kisah Januar ini menjadi contoh bagi kita bahwa kita tidak perlu mengeluh saat menghadapi kesulitan dalam hidup. Kita hanya perlu berusaha dan berjuang untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan. Referensi1. Jurnal Keluarga, “Kisah Inspiratif Seorang Anak Yatim Piatu”KesimpulanKisah Januar adalah contoh yang inspiratif bagi semua orang. Ia membuktikan bahwa meskipun berat, anak yatim piatu masih bisa meraih kesuksesan dengan kerja keras, kesabaran, dan kemauan untuk belajar. Kisah ini juga mengingatkan kita bahwa kita tidak perlu mengeluh saat menghadapi kesulitan dalam hidup. Kita hanya perlu berusaha dan berjuang untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan.
.